BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan kebangsaan atau
perusahaan, arsip adalah instrumen yang penting. Arsip di susun karena beberapa
alasan , yaitu :
a.
alasan pribadi
Manusia membuat
arsip karena kodratnya untuk merekam setiap hal yang bersifat pribadi dan
bermakna
b. alasan sosial
Kodrat sebagai
makhluk sosial akan mendorong manusia untuk melekukan kegiatan bersama
berdasarkan minat yang sama akan suatu hal, baik sebagai perorangan maupun
bagian organisasi sosial
c. alasan ekonomis
Seseorang atau
perusahaan akan terdorong untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan
usahanya
d. alasan hukum
Arsip di
gunakan oleh pemerintah untuk melindungi dan melayani masyarakat
e. alasan instrumental
Keberadaan sebuah
rekaman atau dokumen sengaja di buat karena fungsi tertentu yang menyertainya
f. tujuan simbolis
Dokumen juga
tidak selalu memiliki kepentingan praktis, tetapi ada kalanya kepentingan
simbolis. Contohnya adalah ijazah yang merupakan simbol keberhasilan dalam
bidang akademis
g. pengembangan ilmu pengetahuan
Alasan yang
ppaling nyata datang dari dunia akademis, karena peneliti akan
mengkomunikasikan hasil penelitiaannyakepada masyarakat dalam bentuk artikel di
jurnal ilmiah mau[pun sebuah buku.
Selama ini arsip dinilai kurang penting sehingga banyak
sekali yang kurang tertarik untuk mengelolanya padahal arsip memiliki banyak
fungsi. Untuk itu dalam mengelola arsip di butuhkan pemahaman tentang manajemen
kearsipan.
B. Rumusan Masalah
Dari penjabaran latar belakang di atas, maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1. apa pengertian, peranan, jenis, dan fungsi arsip?
2. apakah manajemen arsip?
3. ada berapa pola manajemen arsip?
4. bagaimanakah lifecycle arsip?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arsip
1.
Pengertian Arsip
Secara bahasa, Arsip mengalami perkembangan. Dalam bahasa Belanda disebut archief, dalam
bahasa Inggris disebut archive berasal dari bahasa Yunani, yaitu Arche
yang berarti permulaan. Kemudian dari kata arche berkembang menjadi kata
“ta archia” yang berarti catatan. Selanjutnya kata “ta archia”
berubah lagi menjadi kata “archeon” yang berati “gedung pemerintahan”[1].
Menurut Istilah, terdapat banyak pengertian tentang arsip. Berikut adalah
beberapa pengertian tentang arsip.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Arsip adalah dokumen tertulis (surat,
akta, dsb), lisan (pidato, ceramah, dsb), atau bergambar (foto, film, dsb) dari
waktu lampau, disimpan dalam media tulis (kertas), elektronik (pita kaset, pita
video, disket komputer, dsb), biasanya dikeluarkan oleh instansi resmi,
disimpan dan dipelihara di tempat khusus untuk referensi.
Dalam Oxford Dictionary, kata Archive berarti public record;
place in which these are kept.(dokumen umum; dokumen yang dijaga).
Dr. Basir Barthos menyebutkan dalam bukunya “Manajemen Kearsipan” bahwa
arsip adalah setiap catatan tertulis baik dalam bentuk gambar ataupun bagan
yang memuat keterangan-keterangan mengenai sesuatu subyek (pokok persoalan)
ataupun peristiwa yang dibuat orang untuk membantu daya ingatan orang itu pula.
The Liang Gie dalam Kamus Administrasi Perkantoran mengartikan arsip
sebagai kumpulan warkat yang disimpan secara teratur, berencana, karena
mempunyai suatu kegunaan agar setiap kali diperlukan dapat cepat ditemukan
kembali.[2]
Berdasarkan Undang-Undang No.7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kearsipan, pasal 1 ayat a dan b, menetapkan bahwa yang dimaksud dengan arsip
adalah:
a) Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-Lembaga Negara dan
Badan- Badan Pemerintahan dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal
maupun kelompok, dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan.
b) Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Badan-Badan Swasta dan atau
perorangan, dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun
berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kegiatan kebangsaan.
Dari beberapa pengertian arsip di atas, dapat ditarik garis besar bahwa
arsip adalah data atau dokumen dalam bentuk apapun yang mempunyai nilai
historis, hukum, dan kegunaan yang disimpan secara berencana dan teratur (agar
bisa langsung digunakan sewaktu-waktu).
Arsip sering disamakan dengan dokumen. Namun keduanya berbeda. The
International Standart Organization mendefinisikan records (dokumen) sebagai
informasi yang diciptakan, diterima, dan dikelola sebagai bukti maupun
informasi yang oleh organisasi atau perorangan digunakan untuk memenuhi
kewajiban hukum atau transaksi bisnis. Sedangkan arsip didefinisikan oleh
Deserno dan Kynaston sebagai dokumen dalam semua media yang mempunyai nilai
historis atau hukum sehingga disimpan secara permanen.[3]
Kennedy
dan Schauder (1998), menjelaskan bahwa setiap dokumen dan arsip akan terdiri
dari isi, Struktur, dan Konteks.
B. Peranan Arsip
Arsip
mempunyai peranan sebagai “pusat ingatan”, sebagai “sumber informasi”, dan
sebagai “alat pengawasan” yang sangat diperlukan dalam setiap organisasi dalam
rangka kegiatan “perencanaan”, “penganalisaan”, pengembangan, dan perumusan
kebijaksanaan, pengambilan keputusan, pembuatan laporan, pertanggungjawaban,
penilaian dan pengendalian setepat-tepatnya.
Setiap
kegiatan tersebut, baik dalam organisasi pemerintahan maupun swasta selalu ada
kaitannya dengan masalah arsip. Arsip mempunyai peranan penting dalam proses
penyajian informasi bagi pimpinan untuk membuat keputusan dan merumuskan
kebijakan, oleh sebab itu untuk dapat menyajikan informasi yang lengkap, cepat
dan benar haruslah ada sistem dan prosedur kerja yang baik di bidang kearsipan.
Selain
itu kearsipan juga merupakan salah satu bahan untuk penelitian ilmiah.
Usaha-usaha penelitian untuk mempelajari persoalan tertentu akan lebih mudah
bilamana bahan-bahan kearsipan terkumpul, tersimpan dan teratur.
C. Jenis Arsip
Jenis
arsip menurut Undang-Undang Nomor 7/1971 berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi:
1) Arsip dinamis (dokumen)
Arsip dinamis adalah arsip yang masih diperlukan secara langsung dalam
perencanaan, pelaksanaan, penyelenggaraan, kehidupan kebangsaan pada umumnya
atau arsip yang digunakan secara langsung dalam penyelenggaraan administrasi negara[4].
2) Arsip Statis
Arsip statis adalah arsip yang tidak dipergunakan secara langsung untuk
perencanaan pelaksanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya,
maupun untuk penyelenggaraan administrasi sehari-hari. Arsip statis ini berada
di Arsip Nasional Republik Indonesia atau di Arsip Nasional Daerah[5].
Dokumen (arsip dinamis) dibagi menjadi beberapa kategori:
1. Dokumen Administrasif. Yaitu meliputi dokumentasi prosedur, formulir, dan
korespondesi. Contohnya, buku log menyangkut tugas pemeliharaan dan pembukuan
perjalanan.
2. Dokumen Akuntansi. Yaitu meliputi laporan, formulir dan korespondensi
terkait. Contohnya adalah tagihan.
3. Dokumen proyek. Yaitu yang berkaitan dengan proyek tertentu.
4. Berkas kasus. Yaitu meliputi dokumen nasabah, asuransi, kontrak, dan
lainnya.
Sedangkan berdasarkan penggunaannya, arsip dinamis dibagi menjadi:
ü
Dokumen Aktif, yaitu dokumen yang digunakan
secara kontinyu minimal 12 kali dalam setahun.
ü
Dokumen inaktif, yaitu dokumen jangka panjang
dan semi aktif. Disebut semi aktif jika hanya digunakan minimal 5 kali dalam
setahun. Contohnya, berkas pegawai yang sudah pensiun.
B. Manajemen Kearsipan
Manajemen kearsipan adalah proses pengawasan,
penyimpanan, dan pengamanan dokumen serta arsip, baik dalam bentuk kertas
maupun media elektronik.
Ada dua model dalam mengelola arsip, yaitu life cycle
model (model siklus hidup) yang lebih tepat untuk mengelola dokumen kertas
secara manual, dn Records Continuum Model (Model Arsip Berkelanjutan) yang
lebih tepat guna mengelola arsip elektronis.
1.
Life Cycle Model (Model Siklus Hidup)
Siklus hidup
Arsip merupakan konsep penting dalam Records Management. Ini adalah cara melihat
bagaimana arsip diciptakan dan digunakan. Sebuah siklus kehidupan adalah
kumpulan dari
beberapa fase daur hidup sebelum disusutkan/ dimusnahkan.
Lamanya siklus hidup bervariasi. Sebagai contoh, sebuah siklus hidup dapat
sesingkat nol (0) hari, atau siklus hidup tidak boleh
memiliki akhir yang ditetapkan. Masing-masing tahap siklus kehidupan
berlangsung selama jangka waktu tertentu dan menunjukkan suatu
kegiatan pengelolaan catatan khusus bahwa administrator arsip kinerja di
awal atau di akhir fase. Bersama-sama, meliputi tahapan durasi
siklus hidup.[6]
Setelah arsip dibuat, itu harus diajukan
sesuai dengan yang ditetapkan, skema logis ke dalam repositori yang dikelola di mana akan
tersedia untuk pengambilan keptusan atau kebijakan oleh pengguna yang
berwenang. Ketika informasi yang terdapat dalam arsip tidak lagi memiliki
nilailangsung, catatan data yang akan dihapus dari aksesibilitas aktif.
Tergantung pada sifat dari arsiptersebut, dengan demikian hasil akhir dari
suatu arsip adalah baik dipertahankan, ditransfer,diarsipkan atau
dihancurkan.
Secara lebih rinci, menurut
Sedarmayanti (1992) lingkaran hidup kearsipan (life span of records)
atau biasa juga disebut dengan tahapan kehidupan arsip, dapat dibagi menjadi
tujuh yaitu :[7]
a)
Tahap Pencipta Arsip
Tahap ini merupakan tahap awal dari proses kehidupan arsip, yaitu
yang bentuknya berupa konsep , daftar, formulir dan sebagainya. Tahap
ini juga disebut tahap dari korespondensi management, jadi sebenarnya
tidak terdapat record management, tetapi karna kaitannya dengan masalah
kearsipan erat sekali maka perlu juga diketahui dan dipelajari oleh petugas
kearsipan. [8]
Tahap penciptaan ini merupakan dasar guna mengontrol perkembangan
dokumen dan menetapkan aturan main bagimana sebuah dokumen akan dikelola sesuai
dengan nilai manfaatnya bagi organisasi. Termasuk dalam tahapan ini adalah
pengembangan dan penyusunan form baru bagi organisasi, seperti form buat
pengaduan pelanggan tentunya berbeda dengan form pemesanan barang. Apabila
dilihat lebih lanjut, ukuran dokumen juga relatif berbeda sesuai dengan isi dan
kegunaannya. Misalnya, dokumen Bill of Materials Yang biasa digunakan
untuk memesan bahan baku pada departemen produksi tentunya berbeda dengan
dokumen yang yang digunakan untuk berkorespondensi dengan partner organisasi. [9]
b)
Tahap Pengurusan dan Pengendalian
Tahap ini merupakan tahap dimana surat masuk atau ke luar
diregistrasi atau diagenda sesuai sistem yang telah ditentukan. Setelah itu
surat-surat tersebut diarahkan atau dikendalikan ke Unit kerja, yang akan
membahas atau memproses surat-surat tersebut. Biasanya sistem kartu kendali
atau buku agenda. Pemanfaatan teknologi modern dalam mengelola arsip di
berbagai negara maju telah dimulai sejak lama. Salah satu teknik yang digunakan
oleh mereka di antaranya adalah dengan sistem document imaging.[10]
Berikut ini dikemukakan beberapa
alasan, mengapa document imaging perlu dilakukan dalam pengelolaan arsip
secara modern. Pada prinsipnya dengan teknik tersebut dapat menghemat anggaran
yang cukup besar bila dibandingkan dengan pengelolaan arsip dengan
sistem filing yang tradisional (traditional paper filing system). Di
antara alasannya adalah :
Ø Jika diperhitungkan dari segi biaya, maka biaya langsung terbesar
yang diperlukan pada pengelolaan arsip secara konvensional adalah biaya
pekerja/petugas arsip yang harus menangani pencarian/penelusuran, pengiriman
dan penempatan kembali arsip di tempat penyimpanan semula. Paling tidak
kegiatan tersebut juga memerlukan waktu yang tidak sedikit. Bila untuk mencari
sebuah arsip saja memerlukan 15 menit, berarti akan dibutuhkan waktu lebih
banyak lagi untuk melakukan kegiatan pengelolaan arsip berikutnya (mengirimkan,
menggandakan, menempatkan kembali, dst). Pendeknya bisa dibayangkan jika
seorang petugas arsip harus mengelola jumlah arsip yang cukup banyak maka
mereka tentu akan menghabiskan biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit.
Ø Biaya untuk mengindeks dokumen ketika pertama kali dokumen tersebut
ditangani sebagai arsip yang akan disimpan masih lebih kecil bila dibanding
dengan biaya untuk membayar aktifitas penyimpanan (mem-file) arsip
secara fisik pada tempat penyimpanan yang memadai dan mendistribusikannya.
Ø Cukup besar biaya yang dapat dihemat karena semua orang yang
bertugas dalam unit kearsipan dapat menempatkan dokumen tanpa bantuan atau
dukungan pengetahuan individual yang terlalu rumit. Dalam unit kearsipan,
biasanya seseorang dianggap penting atau bernilai (valuable) karena yang
bersangkutan mengetahui segala sesuatu tentang arsip yang dikelolanya. Ketika
orang tersebut tidak bekerja lagi disitu, maka perusahaan akan kerepotan
mencari penggantinya atau harus melatih orang baru yang akan menangani arsip
tersebut. Terkadang waktu yang diperlukan (sebagai masa transisi) untuk itu
tidak sebentar, yakni bisa berbulan-bulan. Dengan sistem document imaging memungkinkan
seseorang mampu menangani arsip secara cepat meskipun ia baru mencoba dalam
kesempatan yang pertama kalinya.
Ø Sistem document imaging memiliki kemampuan pengendalian
akses yang lebih aman dibanding dengan menyimpan dokumen pada filling
cabinet. Seseorang tidak dapat mengakses suatu dokumen kecuali yang
bersangkutan mempunyai hak akses ke pangkalan data atau tercantum pada
direktori yang ada di dalamnya. Sistem penyimpanan dokumen (the repository)
dalam program tersebut dapat mengontrol setiap penelusuran dan temu kembali
yang dilakukan oleh user address dan nama tertentu.
Ø Dengan sistem document imaging memungkinkan banyak orang
mengakses suatu dokumen yang sama secara cepat dalam waktu yang bersamaan. Hal
ini dapat untuk mendukung kegiatan konferensi pada suatu ruangan yang sama
ataupun dapat digunakan banyak pihak yang sedang berpartisipasi dalam pertemuan
tingkat dunia sekaligus.
c)
Tahap Referensi
Pada tahap ini, surat-surat tersebut digunakan dalam kegiatan
administrasi sehari-hari, dan surat tersebut diklarisifikasikan, diindeks
(kalau perlu digunakan tunjuk silang), selesai digunakan difilling (penataan
berkaas) dan kalau perlu dicari kembali atau ditemukan kembali.
Dengan
digunakan sistem filing (penataan berkas) dapat mempermudah dalam tahap ini.
Pada dasarnya terdapat lima macam sistem penyimpanan arsip (filing system),
yaitu sistem abjad, sistem subjek, sistem kronologis (tanggal), sistem nomor,
dan sistem wilayah (geografis). Pada penyimpanan arsip yang didasarkan atas
sistem abjad, pemberian kode arsip disesuaikan dengan urutan abjad. Kode abjad
tersebut diindeks dari nama orang, organisasi atau badan lain yang sejenis. Sistem
subjek berarti sistem penyimpanan arsip dengan mendasarkan pada perihal surat
atau pokok isi surat. Dalam penerapan sistem ini perlu ditentukan terlebih
dahulu pokok masalah yang dihadapi sehari-hari. Masalah tersebut kemudian
diklasifikasikan menjadi masalah utama (main subject), sub masalah (sub
subject) dan sub-sub masalah (sub-sub subject). Untuk memperlancar penerapan
sistem subjek ini perlu dibuat indeks subjek.
Penyimpanan
arsip dengan sistem kronologis adalah penyimpanan yang didasarkan atas tanggal
surat atau tanggal penerimaan surat. Untuk surat masuk, penyimpanannya
didasarkan atas tanggal penerimaan surat. Tetapi untuk surat keluar, arsipnya
disimpan berdasarkan tanggal yang tertera pada surat. Penyimpanan arsip dengan
sistem nomor berarti penyimpanan yang didasarkan atas nomor atau kode yang
berupa angka-angka. Pada sistem nomor ini dikenal sistem terminal digit dan
sistem klasifikasi desimal.
Adapun
sistem penyimpanan arsip dengan sistem wilayah berarti penyimpanan arsip
tersebut dikelompokkan berdasarkan atas wilayah-wilayah tertentu, misalnya
pulau, propinsi, kota, dan sebagainya. Dalam kaitan ini, kriteria sistem
kearsipan yang baik menurut Wursanto (1991) di antaranya adalah : (1) mudah
dilaksanakan, (2) mudah dimengerti, (3) murah/ekonomis, (4) tidak memakan
tempat, (5) mudah dicapai, (6) cocok bagi organisasi atau lembaga, (7)
fleksibel atau luwes (sesuai perkembangan), (8) dapat mencegah kerusakan dan
kehilangan arsip, dan (9) mempermudah pengawasan.
d)
Tahap Penyusutan
Tahap ini adalah kegiatan pengurangan arsip dengan cara memindahkan
arsip inaktif dari Unit pengolah ke Unit kearsipan dalam lingkungan
Lembaga-lembaga Negara atau Badan-badan Pemerintah masing-masing.
Pelaksanaan
penyusutan arsip pada Lembaga-lembaga Negara/Badan-badan pemerintah dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara yakni berpedoman pada Jadwal Retensi Arsip (JRA)
dan SE/01/1981. Bagi lembaga yang sudah memiliki Jadwal Retensi Arsip (JRA), melaksanakan penyusutan
arsip dengan berpedoman pada JRA tersebut. Hal ini berlaku bagi arsip-arsip
yang tercipta sesudah Jadwal Retensi Arsip (JRA) ditetapkan. Sedangkan
arsip-arsip yang tercipta sebelum Jadwal Retensi Arsip (JRA) ditetapkan,
pelaksanaan penyusutan di dasarkan pada SE/01/1981.
Secara teknis pelaksanaan penyusutan arsip pada
Lembaga Negara/Badan Pemerintah dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai
berikut yakni : Pendataan arsip, pemberkasan/pengelompokan
arsip ke dalam seri arsip dan penilaian terhadap setiap seri arsip sehingga
dapat ditentukan nilaiguna, jangka simpan dan nasib akhir arsip yang bersangkutan
untuk disimpan sementara, disimpan lestari di Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI)/Badan/Kantor Kearsipan Daerah Otonom atau dimusnahkan.
Prosedur
penyusutan arsip meliputi : pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan, penyerahan arsip
bernilaiguna sekunder ke Arsip Nasional Republik
Indonesia (ANRI)/Badan/Kantor Kearsipan Derah Otonom dan pemusnahan arsip yang
telah habis jangka simpan dan nilaigunanya.
Dari
hasil kegiatan ini akan terdapat tiga jenis arsip, yaitu arsip yang masih aktif
yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari tetapi disimpan di Unit Pengelolah,
jenis ke dua yaitu arsip yang tidak penting atau non arsip misalnya formulir
kosong, tembusan yang rangkap (double), arsip yang penting tetapai sudah
menurun penggunaannya langsung dipindahkan ke Unit kearsipan, menjadi arsip
inaktif.[11]
Perlu dikaetahui pula, bahwa kegiatan penyusutan ini dapat pula
terjadi ke Unit kearsipan, yaitu penyusutan arsip inaktif . kegiatan ini
biasanya dilaksanakan oleh suatu panitia penyusutan atau pemusnahan arsip yang
dibentuk oleh suatu Lembaga-lembaga Negara atau Badan Pemerintah masing-masing
dan diikut sertakan pula Arsip Nasional, serta BANK atau Bepeka sesuai dengan
informasi yang terkandung dalam arsip tersebut, apakah masalah kepegawaian atau
masalah keuangan.
Arsip inaktif yang masih digunakan dalam kegiatan Lembaga-lembaga
Negara atau Badan Pemerintah yang bersangkutan akan tetap disimpan di tempatnya
(Unit Kearsipan), sedangkan arsip yang sudah turun nilai kegunaannya dan tidak
atau jarang digunakan dalam kegiatan sehari-hari, maka dibuat pertelaan dan
kemudian diserahkan ke Arsip Nasional untuk disimpan selanjunya sebagai arsip
statis. Jelasnya bahwa Arsip Nasional adalah tahap pemerintahan tau swasta
untuk kepentingan penelitian ilmiyah dalam segala bidang atau menjamin
keselamatan atau memelihara bahan pertanggung
jawaban Nasional tersebut tentang perencanaan, pelaksanaan, penyelenggaraan
kehidupan kebangsaan.[12]
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 34 / tahun 1979 penyusutan berarti:
a) Memindahkan arsip inaktif dari Unit Pengolah ke Unit kearsipan
dalam lingkungan Lembaga-lembaga Negara atau Badan-badan Pemerintah
masing-masing.
b) Memusnahkan arsip sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
c) Menyerahkan arsip statis oleh Unit Kearsipan kepada Arsip
Nasional.
Dalam kenyataannya selama ini masalah penyusutan atau pemusnahan
arsip belum diselenggarakan bagaimana mestinya. Memang zaman Hindia Belanda
dulu telah mengatur terutama sekali mengenai pemusnahan arsip, yaitu sejak
tahun 1881 sampai dengan tahun 1938 telah dikeluarkan “ Bijblad of het
Staatsblad” (Tambahan Lembaga Negara) berturut-turut nomor: 7108; 7109; 7131
dan 14117. Sampai hari ini peraturan tersebut masih tetap berlaku berdasarkan
ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.[13]
Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 34/1979, maka masalah
penyusutan lebih terarah dan jelas, antara lain yang penting dalam penyusutan
arsip, yaitu Jadwal Retensi Arsip, yaitudaftar yang berisi jangka waktu
penyimpanan arsip yang digunakan sebagai pedoman sebagai penyusutan arsip.
Untuk lebih terperinci masalah penyusutan ini akan dijelaskan dalam Bab
tersendiri, mengingat pula luasnya masalah ini dalam kearsipan.
Ø Dasar Hukum Penyusutan Arsip
1. Undang-Undang Nomor : 7 Tahun 1971, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kearsipan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor : 34 Tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip.
3. Surat Edaran Kepala ANRI Nomor : 01/SE/1981 tentang Penanganan Arsip
Inaktif.
4. Surat Edaran Kepala ANRI Nomor : 02/SE/1983 tentang Nilai Guna Arsip.
5. Keputusan
Pimpinan Instansi Pemerintah/Lembaga Negara/Badan Pemerintah masing-masing.
e)
Tahap
pemusnahan arsip
Pemusnahan arsip
adalah tindakan atau kegiatan menghancurkan secara fisik arsip yang berakhir
fungsinya serta idak memiliki nilai guna, penghancuran tersebut harus di
lakukan secara total yaitu dengan cara membakar habis, di cacah atau dengan
cara lain sehingga tidak dapat di kenal lagi baik isi maupun bentuknya.[14]
Sesuai dengan
pasal 7 peraturan pemerintah Nomor 34/1979 pemusnahan arsip dapat di lakukan
oleh Lembaga-lembaga Negara atau Badan pemerintahan terhadap arsip yang tidak
mempunyai nilai kegunaan dan telah melampaui jangka waktu penyimpanan
sebagaimana tercantum dalam jadwal retensi arsip pada instansi masing-masing.[15]
Pelaksanaan
pemusnahan arsip yang mempunyai jangka retensi 10 tahun atau lebih di tetapkan
oleh pimpinan Lembaga-lembaga Negara atau Badan-badan pemerintahan setelah
mendengar pertimbangan Panitia Peneliti arsip yang telah di bentuk olehnya
dengan terlebih dahulu memperhatikan pendapat dari ketua Badan pemeriksa
keuangan sepanjang menyangkut arsip keuangan dan dari kepala bidang
administrasi kepegawaian Negara sepanjanh menyangkut arsip kepegawaian.
Pimpinan lembaga atau badan pemerintah menetapkan keputusan sebagaimana
dimaksud di atas setelah mendapat persetujuan dari Kepela Arsip Nasional.
Pemusnahan arsip
di lakukan secara total sehingga tidak dapat di kenal lagi baik isi maupn
bentuknya dan di saksikan oleh dua pejabat dari bidang hukum atau
perundang-undangan dan bidang pengawasan dari Lembaga-lembaga Negara atau badan
pemerintah yang bersangkutan.
Pemusnahan yang dilakukan dalam
satuan kerja (unit pengolahan) dalam lingkungan organisasi menyangkut
arsip-arsip yan tidak penting bagi kegunaan unit pengolah, khususnya yang
menyangkut surat-surat rutin biasa seperti undangan dan sejenisnya harus melakukan
ketentuan sebagai berikut :
1.
Pemusnahan
dilaksanakan dengan membuat daftar arsip-arsip yang akan dimusnahkan.
2.
Diketahui
oleh pejabat-pejabat yang berwenang.
3.
Pemusnahan
dilakukan dengan berita acara pemusnahan.
Menurut
Basuki (2003), ada empat metode pemusnahan dokumen inaktif, yaitu :
a.
Pencacahan,
metode ini lazim di gunakan di Indonesia untuk memusnahkan dokumen dalam bentuk
kertas dengan menggunakan alat pencacah yang di namakan shredden. Alat ini
menggunakan berbagai metode untuk memotong, menarik, dan merobek kertas menjadi
potongan-potongan di mana hasil potongannya akan bervariasi mulai dari 0,8 cm
sampai dengan 2.5 cm.
b.
Pembakaran,
metode ini sangat popular di masa lalu karena di anggap paling aman, walaupun
terkadang dokumen yang dibakar terlempar dari api pembakaran sehingga mungkin
saja ada dokumen rahasia dapat diketahui oleh pesaing.
c.
Pemusnahan
kimiawi, metode ini memusnahkan dokumen dengan menggunakan bahan kimiawi yang
dapat melunakkan kertas dan melenyapkan tulisan. Bahan kimiawi yang digunakan
ada beberapa jenis, tergantung pada volume dan jenis dokumen yang akan dimusnahkan
walaupu metode ini lebih efisien dibandingkan metode pencacahan, namun tidak
dapat dilakukan
sewaktu-waktu.
d.
Pembuburan,
metode ini merupakan metode yang ekonomis, aman, bersih, nyaman, dan tak
terulang, walaupun kurang begitu popular di Indonesia. Dokumen yang akan
dimusnahkan, dimasukkan ke bak penampungan yang diisi air, kemudian dicacah dan
dialirkan melalui saringan. Besar kecilnya saringan tergantung pada tuntutan
keamanan dokumen.
f)
Tahap penyimpanan dan penjagaan arsip
Ada tiga sistem
penyimpanan dokumen yang dapat dipertimbangkan oleh suatu organisasi yaitu
penyimpanan terpusat (sentralisasi), penyimpanan desentralisasi, dan komnbinasi
kedua system. Pemilihan sistemtersenut harus mempertimbangkan faktor
jumlah dan status kantor yang harus dilayani oleh jasa penyimpanan dokumen,
seperti seberapa dekat letak kantor pusat dengan kantor cabang yang dimiliki
oleh organisasi, berapa kantor cabang yang di miliki, dan sejenisnya.[16]
Ø System sentralisasi
Pada system sentralisasi semua
dokumen disimpan di pusat penyimpan. Unit bawahnya yang ingin menggunakan
dokumen dapat menghubungi untuk mendapatkan dan menggunakan sesuai dengan
keperluan yang dimaksud. Ada beberapa manfaat penggunaan sistem
sentralisasi, antara lain : mencegah duplikasi, layanan yang lebih baik, adanya
keseragaman menghemat waktu. Sedangkan kerugian sistem
sentralisasi antara lain : kesulitan fisik, kebocoran informasi, berbagai
bagian mungkin memiliki kebutuhan yang berlainan.
Ø Sistem desentralisasi
System ini menyerahkan pengelolaan
dan penyimpanan dokumen di masing-masing
unit. Keuntungan dari sistem ini antara lain : dekat dengan pemakai, sistem
ini sangat cocok bila informasi rahasia yang berkaitan dengan sebuah bagian di
sistem di bagian yang bersangkutan, system ini juga akan menghemat
waktu. Sedangkan kerugiannya antara lain : pengawasan relatif
sulit untuk dilakukan, karena banyak duplikasi atas dukungan yang sama.
Ø Sistem kombinasi
Pada sistem
kombinasi masing-masing bagian menyimpan dokumennya sendiri di bawah control
system terpusat. Keuntungannya antara lain : adanya system penyimpanan dan temu
balik yang seragam, menekan duplikasi dokumen, memudahkan control gerakan
dokumen sesuai dengan jadwal retensi dan pemusnahan. Kerugiannya antara lain :
karena dokumen yang bertautan tidak ditempatkan pada tempat yang sama akan
menyebabkan sulitnya penggunaan dokumen yang di maksud. Kurang luwes karena
keseragaman di seluruh unit belum atau tidak ada.
Di era modern ini
arsip sudah beraneka ragam misalnya arsip film, rekaman, foto,gambar sehingga
penyimpanannya pun tidak sama dengan arsip yang berbentuk kertas. Suhu
penyimpanan arsip yang berbentuk kertas berbeda dengan arsip yang berbentuk
selain kertas, oleh karena itu ruang penyimpanan arsip tersebut berbeda.
Arsip tidak hanya
merupakan warisan masa lampau akan tetapi arsip juga memberi
informasi tentang masa lampau itu sendiri oleh karena itu adalah kewajiban kita semua
untuk memelihara dan menjaga arsip tersebut dari segala kerusakan dan
kemusnahan, baik yang datangnya dari arsip itu sendiri maupun dari luar arsip
tersebut. Kerusakan yan berasal dari dalam antara lain : kertas, tinta dan
perekat lem. Sedangkan kerusakan dari luar yaitu : kelembapan, udara yang
terlampau kering, sinar matahari debu,kotoran udara, jamur dan sejenisnya.
supaya penyimpanan arsip efektif maka setiap petugas kearsipan sebaiknya
diberikan pengetahuan mengenai hal tersebut sebab dengan demikian mereka dapat
menjaga dan menyimpan arsip dari kehancuran.
Untuk menjaga arsip dengan baik ada
beberapa syarat yang harus di lakukan antara lain yaitu :
a.
Ruang
arsip
-
Lokasi
gudang atau ruangan arsip harus bebas dari kesibukan industry dan memberi
filter untuk menyaring udara
-
Ruang arsip harus terpisah dari kantor unit
kerja lainnya karena arsip merupakan hal yang rahasia
-
Pembagian ruang kerja harus efektif sehingga
efisiensi akan timbul, ruangan penyimpanan tertata rapi
-
Ruangan
simpan arsip tidak menggunakan jendela akan tetapi membutuhkan ventilasi yang
cukup dan cahaya listrik yang cukup
b.
Rak
arsip
Ada dua macam rak arsip yaitu statis (tidak bergerak) dan rak yang
bergerak (system contact storage), akan tetapi penggunaan rak yang bergerak
akan lebih menghemat tata letak ruang penyimpanan arsip tersebut.
Rak akan lebih efisien jika menggunakan bahan dari baja sehingga
hindari pemakaian rak yang terbuat dari kayu karena rak kayu tidak cocok untuk
iklim tropis dan tidak tahan lama terhadap seangan serangga seperti rayap.
c.
Map
Map yang di gunakan dalam penataan berkas terdapat berbagai macam
model dan bentuk, dalam system kartu kendali banyak memakai folder yan memiliki
tab di sebelah kanan namun map model lain juga dapat di gunakan seperti map
gantung, map folder over, map back spring file, map snelhecther, dan map folio.
g)
Tahap penyerahan ke arsip Nasional
RI/ Arsip Nasional Wilayah
Tahap ini merupakan tahap terakhir
dalam lingkungan hidup arsip, Arsip inaktif yang
sudah menjadi statis diserahkan oleh setiap lembaga Negara Badan-badan
Pemerintah di pusat ke Arsip Nasional RI. Arsip Nasional daerah yang
akan menampung arsip inaktif pemerintah daerah yang sudah menjadi statis. [17]
Arsip-arsip
yang akan dipindahkan ke Arsip Nasional dibuatkan daftar yang berisi antara
lain:
1.
Nama
departemen atau instansi yang akan mengirimkan
2.
Kode
dan pokok masalah
3.
Kode
dan masalah
4.
Jenis
fisik arsip (photo, mikro film, dan lain-lain)
5.
Tahun,
bulan, tanggal berkas
6.
System
penyimpanannya
7.
Jumlah
berkas
Daftar arsip ini
sangat dibutuhkan oleh pihak yang mengirimkan maupun arsip nasional RI untuk mengetahui
arsip apa yang akan disimpan di Arsip Nasional. Di samping daftar penyerahan
arsip juga disertai dengan berita acara penyerahan arsip yang dibuat oleh
masing-masing organisasi.
2. Records Continuum Model
Pola manajemen arsip yang selanjutnya adalah
pola manajemen arsip kontinyu yang bisa diterapkan pada arsip elektronis. Yang
dimaksud kontinyu disini adalah bersambung atau menghubungkan antara masa lalu
dengan masa sekarang, dan sekarang dengan masa yang akan datang.
Manajemen arsip elektronis diperlukan karena
dokumen sebuah perusahaan atau negara tidak hanya berupa data fisik tetapi juga
berupa selektronik.
Manajemen arsip elektronis mencakup 3 unsur:
1. Kerangka kerja terintregasi, yaitu manajemen pengarsipan sebagai salah
satu fungsi organisasi yang dapat meningkatkan nilai organisasi bagi stakeholder-nya.
Yang terdiri dari:
Ø Budaya bersama
Ø Standar bersama
Ø Pembagian informasi
Ø Koordinasi
Ø Kolaborasi
2. Pendekatan terintegrasi
3. Kontrol terintegrasi, dengan mengelola
kontribusi seluruh anggota organisasi dalam pendistribusian arsip serta
meningkatkan kontribusi antara pencipta, pengguna maupun administrator arsip.
Kegiatan pengarsipan arsip elektronis adalah
sebagai berikut (berdasarkan pemilihan sistem),
1. Memindahkan dokumen (fisik atau file) ke dalam sistem komputer.
Dalam memindahkan dokumen ini ke dalam komputer membutuhkan alat pindai yang
memungkinkan sejumlah kertas terpindai dalam sekali waktu, yang cocok dengan
berbagai ukuran kertas, dan yang memiliki kecepatan standar pemindaian dokumen
(10-200 halaman/menit). Setelah data dipindai, kemudian data dikonversi, yaitu
data berupa spreadsheet diubah menjadi data berbentuk gambar permanen.
Proses selanjutnya adalah importing ke dalam sistem software
pengarsipan.
2. Menyimpan dokumen. Setelah di import ke software
pengarsipan, data disimpan kedalam sistem. Penyimpanan ini tidak hanya dalam
satu format file saja. Tetapi dalam bentuk lain yang bisa disimpan dalam
Magnetic Media, Magneto-Optical Storage, Compact
Disk, DVD, dan WORM
3. Mengindeks Dokumen. Proses ini intinya sama dengan sistem pengideksan
dokumen manual. Hanya saja sistem pengindeksan pada arsip elektronis ini
menggunakan sistem atau software pada komputer. Jenis
pengindeksan dokumen elektronis dibagi menjadi 3. Pertama, index fields, yang
menggunakan kategorisasi tema dan kata kunci. Kedua, full-text Indexing,
yaitu dengan menginstal software Optical Character Recognition
(OCR). OCR akan memindai halaman, lalu mengindeks semua kata dalam halaman
tersebut secara otomatis, dan meletakkannya pada lokasinya masing. Jenis kedua
ini, menigkatkan kecepatan pengindeksan dan pencarian dokumen. Ketiga, Folder/File
structure.
4. Mengontrol akses. Mengontrol arsip elektronis adalah dengan memberikan
kemudahan bagi pengakses namun juga memberikan pengawasan atas pengaksesan
dokumen. Ada dokumen yang rahasia dan boleh diketahui. Untuk itu, manajemen
arsip elektronis tidak hanya memberikan kemudahan bagi para pengakses namun
juga melindungi dokumen.
5. Retensi dokumen elektronis terbagi
menjadi Retensi
Dokumen Tradisional dan Retensi Dokumen berdasarkan Fungsi
dan Hubungan
Pengarsipan secara elektronis memiliki
beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut adalah:
ü Cepat ditemukan
ü Pengindeksan yang fleksibel
ü Pencarian secara full-text
ü Kecil kemungkinan file akan hilang
ü Menghemat tempat
ü Mengarsip secara digital
ü Berbagi arsip secara mudah
ü Meningkatkan kemanan
ü Mudah dalam melakukan recovery data
Selain keuntungan, pengarsipan ini juga
memiliki kelemahan
ü kemungkinan adanya Manipulasi file
ü kemungkinan file rusak
ü kemungkinan format file yang tidak mendukung[18]
BAB III
KESIMPULAN
Arsip adalah data atau dokumen dalam bentuk apapun
yang mempunyai nilai historis, hukum, dan kegunaan yang disimpan secara
berencana dan teratur (agar bisa langsung digunakan sewaktu-waktu). Arsip juga
dapat di artikan sebagai catatan tertulis baik dalam bentuk gambar ataupun
bagan yang memuat keterangan-keterangan mengenai sesuatu subyek (pokok
persoalan) ataupun peristiwa yang dibuat orang untuk membantu daya ingatan
orang itu pula yang dibagi menjadi dua, yaitu arsip dinamis (dokumen) dan arsip
statis.
Manajemen arsip adalah proses pengawasan, penyimpanan,
dan pengamanan dokumen serta arsip, baik dalam bentuk kertas maupun media
elektronik. Arsip memiliki daur hidup atau Lifecycle yang meliputi :
·
tahap penciptaan
·
tahap pengerusan dan pengelolaan
·
tahap referensi
·
tahap penyusutan
·
tahap pemusnahan
·
tahap penyimpanan dan penjagaan
·
tahap penyerahan ke Arsip Nasional
Ada dua macam daur hidup arsip atau lifecycle, yaitu :
life cycle model (model siklus hidup) yang lebih tepat untuk mengelola dokumen
kertas secara manual, dan Records Continuum Model (Model Arsip Berkelanjutan)
yang lebih tepat guna mengelola arsip elektronis. Fungsi manajemen dalam hal
ini adalah mengatur segala yang berhubungan dengan kearsipan berupa pengelolaan
arsip itu sendiri dan lingkungan di luar arsip.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Hadi. 1996. Pola Kearsipan Modern.
Jakarta: Penerbit Djambatan
Barthos,Basir.
1997. Manejemen Kearsipan. Jakarta: Bumi Aksara
E, Martono. 1991. Kearsipan: Rekod Manajemen dan
Filing dalam Praktek Perkantoran Modern. Jakarta: Karya Utama
Martono, Boedi. 1990. Sistem Kearsipan Praktis:
Penyusutan dan Pemeliharaan Arsip. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan
Peraturan Pemerintah
Nomor 34/1979
Sukuco,Badri
Munir. 2007. Manajemen Administrasi Perkantoran Modern. Jakarta:
Erlangga
Sedarmayanti.
1992. Tata Kearsipan dengan Memanfaatkan
Teknologi Modern. Bandung: Ilham Jaya Offset
Widjaja,A.W.
1993. Administrasi Kearsipan Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press
[1] Hadi Abubakar, Pola Kearsipan Modern,
Penerbit Djambatan, Djakarta, 1996., hlm. 8-9
[2] A.W. Widjaja, Administrasi Kearsipan Suatu
Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 1993, hlm. 91
[3] Badri Munir Sukuco, Manajemen Administrasi
Perkantoran Modern, Erlangga, Jakarta, 2007, hlm. 82
[4] Hadi Abu Bazkar. loc.Cit, hlm. 2
[5] Basir Barthos, Manejemen Kearsipan,
Bumi Aksara, Jakarta 1997, hlm. 4
[6] Martono, E. Kearsipan:
Rekod Manajemen dan Filing dalam Praktek Perkantoran Modern. Jakarta: Karya Utama, 1991.
[7]
Sedarmayanti. Tata
Kearsipan dengan Memanfaatkan Teknologi Modern. Bandung: Ilham Jaya Offset, 1992.
[11]
Badri Munir, hal 20
[12]
Boedi Martono. Sistem
Kearsipan Praktis: Penyusutan dan Pemeliharaan Arsip. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990.
[13]
Peraturan Pemerintah Nomor 34/1979
[14]
Bashir Barthos, Hal. 105
[15]
Hadi Abu Bakar, hal. 22
[16],badri
M. Sukoco, Manajemen administrasi perkantoran modern 2007, Surabaya :
PT. Gelora Aksara Pratama. Hal. 96
[17],
hadi abu bakar, Pola kearsipan modern 1996. Jakarta : Djambatan. Hal. 23
[18] Ibid.